Selasa, 12 Agustus 2014

Gerhana dan Purnama


        Daun terakhir itu baru saja jatuh. Menapaki tanah yang sebenarnya tak ingin ia tapakki. Aku menajamkan pandangan. Mencoba berguru pada sehelai daun rapuh di seberangku.

        Sebuah pesan bertandang. Pesan dari seseorang yang selalu menjadi mentari pagi.
        Hari ini, bertepatan dengan hari yang bagi sebagian orang merupakan hari yang melelahkan, menjadi hari di mana aku tersadar akan sesuatu. Hari yang seolah menusuk ingatanku bahwa aku sudah melangkah jauh.

        Aku ingat ketika senja tiba, kutatap dia seolah menantang alam. Sedetik aku terdiam tak bersuara. Hanya sedikit menerka tentang Matahari. Berpikir, kenapa mentari tak pernah sekali pun menampakkan cahayanya bersama bulan. Menerangi bumi berdua.

        Bulan butuh matahari untuk bisa menampakkan sinarnya di malam buta. Tanpa matahari, kita tak akan pernah mendengar kata bulan. Imajinasi liarku berkelana. Membayangkan jika kamu matahari sedangkan aku bulan. Sementara bumi, adalah jarak yang menghalangi kita. Jarak yang memisahkan kenyataan dan menyisakan impian.

        Gerhana bulan. Ya. Waktu di mana bulan menghilang dari peredaran. Tidak, ia tidak menghilang, mungkin, bersembunyi. Sejenak aku mengingat pelajaran sekolah dasar, tentang Umbra dan Penumbra. Jika akulah bulan, maka, ketika gerhana, adalah dimana aku kehilangan mentariku. Terhalang jarak yang membuat rasa saling percaya antara kita pudar.

        Kamu. Aku nyaris lupa bagaimana untuk bertutur kata tentang 'Kamu' yang sempat menyesakkan dadaku. Namun, aku punya seribu satu kata untuk menggambarkan tentang 'Kamu' yang baru. Kamu yang membuat Bulan menjadi Purnama, bukan Gerhana.

        Bulan dan matahari. Siapa sangka bahwa mereka punya banyak cerita dibalik kepasrahan mereka akan alam. Mengikuti arus rotasi dan revolusi. Berada di satu garis orbit yang sama. Gravitasi yang telah mengikat mereka, menjadikan salah satu diantaranya tak lagi bisa beralih ke garis yang lain. Menjadikan mereka satu kesatuan untuk saling melengkapi. Mengisi kekurangan dan mengimbangi kelebihan.
       
        Aku, bulan yang kini setengah bercahaya, hanya ingin menyampaikan sesuatu pada sang mentari. Meski ada jarak yang membuat kita tak bisa bersama, aku percaya bahwa kebersamaan kita nyata. Bahwa meski ada berjuta bintang yang mendekati Mentari, Aku, Bulan selalu percaya bahwa mentari yang akan selalu menyinari bulan dan tak akan pernah mengecewakan. Begitu pula aku, Bulan, akan berjanji untuk selalu menanti sang mentari. Di sini.
        

0 komentar:

Posting Komentar

 

Template by Best Web Hosting