Entah bermimpi apa aku sebelumnya, berjalan ke sekolah tempatmu menimba ilmu, seperti diuji oleh malaikat pencabut nyawa dengan tongkat besar di tangannya. Ini memang mimpiku, bukan deja vu. Mimpiku untuk bisa berusaha menunjukkan bahwa aku tak akan pernah menyerah.
Dari lautan manusia yang ternyata seribu delapan ratus jumlahnya, aku berdesakan diantara mereka untuk menuju ke ruang tiga puluh satu. Di sanalah aku akan dites.
Hampir setahun yang lalu, terakhir kalinya aku melihatmu. Aku tak pernah tahu, setinggi apa kamu sekarang, seputih apa kulitmu, sekurus apa tubuhmu, seberandal apa dirimu. Entahlah, hanya sisa bayangan akan tatapan tajammu dan senyum samar saja yang dapat terukir di benakku yang dangkal. Jika aku memang salah memilih sekolah ini, setidaknya ada kisah yang mengatakan bahwa aku bukan manusia yang mudah menyerah.
Aku berjalan melewati koridor dengan mata siaga. Menacari sosokmu yang setidaknya menyapa mataku. Hanya mataku, bukan diriku. Aku terpaku pada segala pelosok sekolah. Mereka bilang kau sedang UKK. Kamu sedang bergelut bersama angka angka dan kata yang membuatmu sakit kepala.
Aku tak pernah benar-benar menjamin apa aku bisa duduk di salah satu bangku kelas sekolah ini atau tidak. Tujuanku cuma satu, kamu.
Aku seperti bunga matahari yang mengikuti mentari. Kali ini, aku bunga matahari yang layu. Ya, karena aku kehilangan mentariku.
Hingga tes usai, aku masih tak melihat sosokmu. Apakah ini tanda bahwa kita akan bertemu di waktu lainnya? Ketika aku sudah berseragam SMA? Berdasi sama dengan yang kamu punya?
Sekarang, tak ada yang dapat aku lakukan. Hanya menunggu waktu membunuhku. Mengantarkanku pada surga atau neraka. Tempat di mana kita bisa satu sekolah, atau melanjutkan kisah berdarah yang tak ada ujungnya.
Dan kuharap, surga adalah tempatku bertemu denganmu.. Di sini, di sekolah ini..
Aku berjalan melewati koridor dengan mata siaga. Menacari sosokmu yang setidaknya menyapa mataku. Hanya mataku, bukan diriku. Aku terpaku pada segala pelosok sekolah. Mereka bilang kau sedang UKK. Kamu sedang bergelut bersama angka angka dan kata yang membuatmu sakit kepala.
Aku tak pernah benar-benar menjamin apa aku bisa duduk di salah satu bangku kelas sekolah ini atau tidak. Tujuanku cuma satu, kamu.
Aku seperti bunga matahari yang mengikuti mentari. Kali ini, aku bunga matahari yang layu. Ya, karena aku kehilangan mentariku.
Hingga tes usai, aku masih tak melihat sosokmu. Apakah ini tanda bahwa kita akan bertemu di waktu lainnya? Ketika aku sudah berseragam SMA? Berdasi sama dengan yang kamu punya?
Sekarang, tak ada yang dapat aku lakukan. Hanya menunggu waktu membunuhku. Mengantarkanku pada surga atau neraka. Tempat di mana kita bisa satu sekolah, atau melanjutkan kisah berdarah yang tak ada ujungnya.
Dan kuharap, surga adalah tempatku bertemu denganmu.. Di sini, di sekolah ini..