Ijinkan aku membuka celah sang waktu. Ijinkan jemari kecilku mengukir sisa kisah yang masih tersedia. Ijinkan debu-debu rautan pensil ini menjadi saksi mati meski ia sama sekali tak mengerti.
Jika pada akhirnya kisahku ini berbuah duka karena kecerobohanku sendiri, beri satu kesempatan kecil yang kelak menjadi besar. Jika pada akhirnya bahagia yang menyapa, maka jangan buat bahagia itu hinggap sesaat. Buat ia selamanya terbang. Mengembang. Tak hanya berhenti di satu titik yang tiap saat bisa mengempis. Ini harapanku pada sang waktu. Ketika melodi sunyi yang bergema dan aku berusaha berdansa bersama untaian angka atau bahkan rumus fisika, beri kami kepercayaan dan kepaduan.
Rabu, 27 Maret 2013
Jumat, 01 Maret 2013
"Felt"
Cinta bukan bicara tentang rumus matematika. Di mana ada tolak ukur yang menadasari tiap jawaban dari sebuah pertanyaan. Juga bukan tentang ilmu fisika. Yang mana ada fakta dan ilmiah yang menyatu jadi satu. Apalagi ilmu akuntansi yang mengaharuskanmu menilai, meneliti mengukur, menghitung kualitas dan kuantitas. Bukan. Cinta bukan hal semacam itu. Cinta tak ada ukuran. Cinta tak ada perhitungan. Juga tak ada penilaian.
Ini nyata dan ini realita. Kisah yang sempat tertimbun, kini kembali mengalun. Kisah cinta bak drama yang menggetarkan jiwa. Kisah ketika hitam dan putih menyatu, atas dan bawah berpadu.
Itu senja. Ada luka yang tertoreh indah di sana. Jika saja aku bisa membunuh waktu, menghapus pilu di tengah senja yang tertawa kala itu, mungkin kita tak akan pernah bersama. Selalu ada pelangi setelah perginya badai. Meski senja sudah ternodai sakit hati, ia tak akan pernah marah, malah justru sebaliknya. Senja menjadi saksi sejarah yang membuka lubang-lubang kehidupan, satu persatu, sedikit demi sedikit. Ia memahami kisahku lebih dari aku memahaminya. Senja tahu bagaimana rasaku. Ia tahu dan mendengar tuturku lewat gurat jingga yang akan selalu terjaga.
Aku percaya, senja yang cerah tak selalu membawa kisah bahagia, tapi ia membawa pahit yang akan menjadi manis. Setidaknya, aku percaya pada Senja. Seperti aku percaya pada Cinta. Percaya bahwa cinta bukan perkara kalah, bahagia, atau duka. Bukan ukuran, keinginan, kekuatan, atau semacamnya. Hanya rasa. Itu saja. Maka pejamkan matamu dan gumamkan nama itu. Rasakan bahwa ia ada disisimu dan selalu ada untukmu. Dan semuanya akan baik-baik saja. Karena bahagiamu adalah bahagianya. Begitu pula sebaliknya.
Ini nyata dan ini realita. Kisah yang sempat tertimbun, kini kembali mengalun. Kisah cinta bak drama yang menggetarkan jiwa. Kisah ketika hitam dan putih menyatu, atas dan bawah berpadu.
Itu senja. Ada luka yang tertoreh indah di sana. Jika saja aku bisa membunuh waktu, menghapus pilu di tengah senja yang tertawa kala itu, mungkin kita tak akan pernah bersama. Selalu ada pelangi setelah perginya badai. Meski senja sudah ternodai sakit hati, ia tak akan pernah marah, malah justru sebaliknya. Senja menjadi saksi sejarah yang membuka lubang-lubang kehidupan, satu persatu, sedikit demi sedikit. Ia memahami kisahku lebih dari aku memahaminya. Senja tahu bagaimana rasaku. Ia tahu dan mendengar tuturku lewat gurat jingga yang akan selalu terjaga.
Aku percaya, senja yang cerah tak selalu membawa kisah bahagia, tapi ia membawa pahit yang akan menjadi manis. Setidaknya, aku percaya pada Senja. Seperti aku percaya pada Cinta. Percaya bahwa cinta bukan perkara kalah, bahagia, atau duka. Bukan ukuran, keinginan, kekuatan, atau semacamnya. Hanya rasa. Itu saja. Maka pejamkan matamu dan gumamkan nama itu. Rasakan bahwa ia ada disisimu dan selalu ada untukmu. Dan semuanya akan baik-baik saja. Karena bahagiamu adalah bahagianya. Begitu pula sebaliknya.
2013-03-02
Annisa
"Felt"
Langganan:
Postingan (Atom)